Bondowoso, 12 Juli 2025 — Bertempat di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bondowoso, digelar Sarasehan Pendidikan dengan tema “Membangun Dunia Pendidikan Berbasis Nilai-Nilai Spiritual Menyongsong Indonesia Emas: Formulasi Konsep, Model, dan Aksi.” Narasumber utama dalam kegiatan ini adalah Dr. H. Akhmad Sruji Bahtiar, M.Pd.I., Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur.
Turut hadir dalam kegiatan ini para kepala madrasah dan pendidik, di antaranya Ibu Kepala MTsN 2 Bondowoso , Ibu Hj. Siti Mutmainnah, S.Pd., beserta Bapak Imam Gozali, M.Pd., Bapak Julian Gerhan, M.Pd., Ibu Sukma Restuning Pratiwi, M.Pd., Bapak Ady Dewantoro, S.Pd., Bapak Ilyasa Holis, S.Pd., dan Ibu Erni, S.Pd selaku tenaga pendidik MTsN 2 Bondowoso
Dalam paparannya, Dr. Sruji Bahtiar menekankan pentingnya pendidikan seumur hidup atau long life education. Menurutnya, belajar tidak terbatas oleh ruang dan waktu. “Ambillah pelajaran, bahkan jika itu datang dari seekor binatang,” ucap beliau, menekankan bahwa hikmah bisa datang dari mana saja. Selain itu, Dr. Sruji Bahtiar juga memaparkan kutipan dari pemikiran Imam Al-Ghazali tentang empat golongan manusia berdasarkan tingkat pengetahuan dan kesadarannya:
1. Orang yang berilmu dan tahu bahwa dirinya berilmu.
Inilah golongan manusia terbaik dan paling beruntung. Idealnya, birokrasi pendidikan mampu melahirkan individu seperti ini. Mereka adalah orang-orang yang menyadari bahwa meninggalkan generasi yang lemah adalah bentuk kelalaian. Mereka takut jika ilmunya tidak diwariskan dan jika nilai-nilai kebaikan tidak ditanamkan. Mereka adalah orang-orang yang memikul tanggung jawab sebagai amanah, dan dari tanggung jawab itu tumbuhlah ikhtiar—ikhtiar untuk mendidik, membimbing, dan menguatkan generasi penerus.
2. Orang yang berilmu, tetapi tidak menyadarinya
Sebenarnya, ia memiliki ilmu dan potensi, namun kurang percaya diri atau belum menyadarinya. Di sinilah peran guru, kepala sekolah, dan pengawas sangat penting: membantu ia menemukan dan mengembangkan kemampuannya, agar tumbuh rasa percaya diri dan ilmunya menjadi lebih bermanfaat.
3. Orang yang tidak tahu dan menyadari bahwa dirinya tidak tahu.
Kelompok ini perlu didampingi dengan pendekatan sistematis, program yang terstruktur, serta dukungan dan dorongan untuk bangkit dan belajar.
4. Orang yang tidak tahu, dan tidak menyadari bahwa dirinya tidak tahu.
Ini adalah kondisi paling memprihatinkan. Mereka bisa menjadi seburuk-buruk makhluk jika tidak ditangani. Tugas kita adalah mencegah peserta didik menjadi seperti ini, dengan pendekatan spiritual: doa dan harapan agar mereka mendapatkan hidayah
Dengan memahami empat golongan ini, kita bisa menentukan cara terbaik dalam mendampingi dan mengembangkan potensi setiap anak.
Komentar
Silakan login untuk memberi komentar:
LoginBelum ada komentar